Kerajaan Islam di Sumatera, Menurut bukti-bukti yang ditemukan di Indonesia, para ahli menafsirkan bahwa agama dan kebudayaan Islam masuk di Indonesia sekitar abad ke-7 Masehi, ditandai dengan kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Indonesia yang saat itu merupakan salah satu negara kepulauan terbesar, memiliki peran penting dalam kegiatan perdagangan. Para pedagang muslim dari Timur Tengah banyak yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatra dan sekitarnya. Oleh karena itu, Sumatra dikatakan menjadi salah satu awal mula berkembangnya agama Islam di Indonesia.
Kerajaan Islam di Sumatera
Masuk dan berkembangnya Islam di Sumatra terbukti dengan adanya peninggalan berupa kerajaan-kerajaan Islam. Bukti tertulis adanya masyarakat Islam di pulau Sumatra baru ditemukan setelah abad ke 10 M. Bukti tersebut berupa peninggalan masjid dan makam Malik As Saleh.
Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak merupakan kerajaan yang pertama kali di Indonesia. Kerajaan Perlak didirikan pada abad ke-3 H (9 M) oleh Syekh Maulana Azis Syah. Kemudian, ia diangkat dan mendapat gelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Syah. Berikut para sultan yang pernah memerintah Kerajaan Perlak:
1) Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Syah
2) Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Syah
3) Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Syah
Kerajaan Samudra Pasai
Secara geografis, letak Kerajaan Samudera Pasai di daerah pantai timur Pulau Sumatera bagian utara. Letaknya di dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu, yaitu Selat Malaka. Dengan posisi yang sangat strategis ini, Kerajaan Samudera Pasai berkembang menjadi kerajaan Islam yang cukup kuat pada masa itu.
Pendiri kerajaan Samudera Pasai adalah Nazimuddin Al-Kamil. Beliau adalah seorang laksamana laut dari Mesir. Nazimuddin Al-Kamil meletakkan dasar-dasar pemerintahan kerajaan Samudera Pasai dengan berlandaskan kepada hukum-hukum ajara agama Islam. Kerajaan Samudera Pasai mengalami perkembangan yang cukup pesat walaupun secara politis, Kerajaan Samudera Pasai berada di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit.
Sultan Malikul Saleh memerintah Samudera Pasai dari tahun 1285-1297 M. Perkawinan Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari dapat memeperkuat kedudukannya di daerah pantai timur Aceh, sehingga Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan di Selat Malaka.
Sultan Malikul Thahir (Malikat at-Thahir) memerintah dari tahun 1297-1326 M. Pada masa kekuasaannya, terjadi peristiwa penting pada Kerajaan Samudera Pasai, di mana putra kedua Sultan Malikul Saleh yang bernama Abdullah memisahkan diri ke daerah Aru (Barumun) dan bergelar Sultan Malikul Mansur. Beliau kembali kepada aliran yang semula, yaitu aliran Syah.
Contoh Teks Laporan Hasil Observasi Tumbuhan dan Strukturnya
Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Secara geografis letak kerajaan Aceh sangat strategis, yaitu di pulau Sumatra bagian utara dan dekat dengan jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu, yaitu di sekitar Selat Malaka.
1) Kehidupan politik
Berdasarkan kitab Bustanul Salatin yang berisi tentang silsilah sultan-sultan Aceh, yang dikarang oleh Nuruddin ar Raniri tahun 1637 M dan juga berdasarkan berita-berita orang Eropa diketahui bahwa kerajaan Aceh telah berhasil membebaskan diri dari kekuasaan kerajaan Pedir.
Sultan Iskandar Muda memerintah Aceh dari tahun 1607-1636 M. Di bawah pemerintahannya, kerajaan Aceh mengalami masa kejayaan. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas perdagangan Islam, bahkan menjadi bandar transit yang dapat menghubungkan dengan pedagang Islam di dunia barat.
Untuk mencapai kebesaran kerajaan Aceh, Sultan Iskandar Muda meneruskan perjuangan Aceh dengan menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya. Tujuannya adalah menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda juga menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli lada di pesisir Sumatera bagian barat. Di samping itu, kerajaan Aceh melakukan pendudukan terhadap Aru, Pahang, Perak dan Indagri, sehingga di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, wilayahnya sangat luas.
Pada masa kekuasaannya terdapat dua orang ahli tasawuf yang terkenal di Aceh, yaitu Syekh Syamsu’ddin bin Abdullah a-Samatrani dan Syekh Ibrahim as-Syamsi. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, kerajaan Aceh mengalami kemunduran. Beberapa penyebab kemundurannya adalah:
a. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, tidak ada tokoh raja pengganti yang mampu mengendalikan Aceh yang sangat luas.
b. Timbulnya pertikaian di Aceh, antara golongan bangsawan (teuku) dan golongan ulama (tengku) yang menyebabkan melemahnya kerajaan Aceh.
c. Daerah-daerah kekuasaan Aceh, banyak yang melepaskan diri. Misalnya Johor, Pahang dan Siak.
2) Kehidupan Ekonomi
Dalam masa kejayaannya, perekonomian Aceh berkembang pesat. Daerahnya yang subur banyak menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah-daerah pantai timur dan barat Sumatra menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa di Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya bahan ekspor penting, misalnya timah dan lada.
Kerajaan Palembang
Awalnya, kerajaan Palembang merupakan pusat kerajaan Budha Sriwijaya. Namun, setelah Sriwijaya runtuh, Palembang dilindungi sekaligus dipimpin oleh sultan dari kerajaan Islam, bernama Ario Damar (Abdillah). Berikut nama-nama sultan dari Demak dan Panjang yang pernah memimpin kerajaan Palembang:
1) Pangeran Sedo Ing Lautan
2) Kyai Gadeh Ing Suro Mudo
3) Kyai Gedeh Ing Suro Tuo
4) Kyai Mas Adipati
Selain itu, beberapa sultan dari kerajaan Mataram juga pernah memerintah, di antaranya:
1) Pangeran Madi Ing Angsoko
2) Pangeran Madi Alit
3) Pangeran Sedo Ing Puro
4) Pangeran Sedo Ing Pesarean
5) Pangeran Sedo Ing Rajek.
Kekuasaan terus berpindah tangan hingga sampai ke Sultan Susuhan Mahmud Baharuddin II memerintah. Dalam masa pemerintahannya, terjadi perang antara Palembang dengan Inggris. Kemudian, setelah Inggris kembali, ganti Belanda yang menyerang. Dalam melawan Belanda, Sultan Mahmud beserta keluarga ditangkap dan kerajaan Palembang dengan mudah dihapuskan oleh Belanda.
Kerajaan Siak Sri Indrapura
Kerajaan Siak didirikan oleh raja Becik yang bergelar Abdul Jalil Rahmat Syah pada tahun 1723. Kesultanan Siak memiliki 10 wilayah pemerintahan, yaitu Negeri Siak Sri Indrapura, Bukit Batu, Negeri Berbau, Tebing Tinggi, Negeri Bangso, Tanah Putih, Negeri Kubi, Negeri Pekan Baru, Tapung Kanan dan Tapung Kiri. Setelah ia wafat, pemerintahan digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah II.
Masa keemasan kerajaan Siak terjadi ketika dipimpin oleh anak Syaid Usnan yang bergelar Sultan As Sayid Asy-Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin Baalawi. Semasa pemerintahannya, Kerajaan Siak memiliki dua belas wilayah kekuasaan, di antaranya Kota Pinang, Pagarawan, Batubara dan Bilah Asahan/
Sedangkan masa kemundurannya, terjadi ketika masa pemerintahan As Syaid Syarif Kasyim Abdul Jalil Saifuddin, yang terpaksa menandatangani “traktat siak”. Traktat ini berisi tentang kewajiban penyerahan wilayah kekuasaan Kerajaan Siak kepada Belanda.
Salah satu prestasi yang diperoleh kerajaan Siak diperoleh saat masa pemerintahan Sultan As Syaid Qasim II. Banyak prestasi yang ia ciptakan di bidang pendidikan, di antaranya:
a. Mendirikan latfah school pada tahun 1926
b. Mendirikan madrasah Al Hasyimiyah pada tahun 1917
c. Mendirikan madrasah An-nisa pada tahun 1929
d. Mendirikan HIS pada tahun 1915.